Suatu tantangan tersendiri bagi wanita yang menunaikan ibadah haji adalah ketika datangnya masa menstruasi. Kondisi fisiologis ini dapat menimbulkan kekhawatiran dan kebingungan terkait dengan pelaksanaan rangkaian ibadah, khususnya mengenai amalan yang diperbolehkan dan yang seyogianya ditunda.
Status Keabsahan Ibadah Haji dalam Kondisi Haid
Kendati demikian, dalam ajaran Islam, setiap kondisi telah diatur dengan kebijaksanaan yang mendalam, termasuk bagi kaum wanita yang mengalami haid saat menjalankan ibadah haji. Keberadaan haid saat menunaikan ibadah haji tidak menggugurkan keabsahan ibadah tersebut. Wanita yang sedang dalam keadaan haid tetap berkewajiban melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji, termasuk wukuf di Arafah yang merupakan rukun inti. Selama seluruh rukun dan kewajiban haji terpenuhi, maka ibadah haji tetap dianggap sah. Namun demikian, terdapat satu pengecualian signifikan, yaitu pelaksanaan thawaf yang mensyaratkan keadaan suci. Apabila seorang wanita sedang haid, pelaksanaan thawaf wajib ditangguhkan hingga ia suci dan telah melakukan mandi junub.
Rasulullah ﷺ pernah menyampaikan kepada Aisyah Radhiyallahu Anha yang mengalami haid saat menunaikan ibadah haji:
فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى
“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)
Amalan Ibadah Haji yang Tetap Diperbolehkan Saat Haid
Meskipun dalam keadaan haid, wanita tetap berkewajiban melaksanakan amalan ibadah haji lainnya selain thawaf, di antaranya adalah:
- Berangkat menuju Arafah dan melaksanakan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah.
- Mabit (bermalam) di Muzdalifah dan Mina.
- Melontar jumrah di Mina.
- Melaksanakan sa’i antara Bukit Shafa dan Marwah.
- Melakukan tahallul (memotong rambut).
- Menghadiri ceramah atau kajian keagamaan.
- Memanjatkan doa dan berdiam diri di tempat-tempat yang mustajab.
Pelaksanaan amalan-amalan ini tetap diwajibkan meskipun wanita sedang dalam kondisi haid, mengingat tidak terdapat larangan bagi wanita haid untuk menjalankan ibadah selain thawaf.
Amalan yang Harus Ditunda atau Dihindari Saat Haid
Terdapat beberapa tindakan yang tidak diperbolehkan bagi wanita yang sedang haid saat menunaikan ibadah haji, di antaranya:
Thawaf (Thawaf Ifadhah maupun Thawaf Wada’)
Thawaf merupakan satu-satunya rukun haji yang mutlak dilaksanakan dalam keadaan suci. Pelaksanaan thawaf hanya diperkenankan setelah wanita suci dari haid dan telah melakukan mandi besar (mandi junub). Kendati demikian, apabila haid datang menjelang pelaksanaan thawaf wada’ (thawaf perpisahan) dan wanita tidak sempat suci sebelum waktu kepulangan, maka kewajiban thawaf wada’ dapat gugur.
Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah ﷺ:
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ، إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
“Manusia diperintahkan menjadikan akhir amalan hajinya adalah di Baitullah (dengan thawaf wada’) kecuali hal ini diberi keringanan bagi wanita haidh.” (HR. Bukhari no. 1755 dan Muslim no. 1328).
Memasuki Area Masjidil Haram
Apakah wanita Haid boleh memasuki area Masjidil Haram?
Berikut ini kami hadirkan fatwa dari Syaikh Kholid Mushlih, semoga bisa menjadi pegangan bagi kita semua:
Dilansir dari situs muslim.or.id, Syaikh Kholid Mushlih –hafizhohullah– ditanya, “Apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an (di masjid)?”
Jawab beliau, “Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab shahih (yaitu Shahih Muslim) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.”
Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.”
Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika:
- ada hajat
- tidak sampai mengotori masjid.
Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Menyentuh Mushaf Al-Qur’an Secara Langsung
Mayoritas ulama berpendapat bahwa wanita haid tidak diperbolehkan menyentuh mushaf Al-Qur’an secara langsung, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79) Serta sabda Rasulullah ﷺ: “Janganlah seseorang menyentuh Al-Qur’an kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Malik) Meskipun demikian, membaca Al-Qur’an melalui aplikasi digital atau dengan menggunakan perantara seperti sarung tangan diperbolehkan, terutama dalam konteks pembelajaran.
Anjuran Praktis dalam Menghadapi Haid Saat Haji
Menghadapi kondisi haid saat menunaikan ibadah haji memerlukan persiapan yang cermat. Berikut beberapa anjuran yang dapat membantu:
- Mempelajari fiqih haji khusus bagi wanita sebelum keberangkatan.
- Membawa perlengkapan kebersihan pribadi yang memadai, seperti pembalut, kantong pembuangan, dan pakaian dalam pengganti.
- Menjaga ketenangan hati dan memahami bahwa haid adalah kondisi alami yang tidak mengurangi pahala ibadah apabila disikapi dengan kesabaran.
- Memanfaatkan waktu untuk ibadah non-fisik, seperti dzikir, doa, dan introspeksi diri.
Kesimpulan
Kondisi haid saat menunaikan ibadah haji bukanlah penghalang bagi seorang wanita untuk melaksanakan ibadah dengan khusyuk. Syariat Islam memberikan solusi dan keringanan bagi wanita yang mengalami kondisi ini. Selama seluruh rukun haji dilaksanakan dengan baik dan thawaf ditunaikan setelah suci, ibadah haji tetap sah. Dengan pemahaman yang benar dan persiapan yang matang, wanita Muslimah dapat tetap fokus, tenang, dan menjalankan ibadah haji dengan kelapangan hati.