Menghadapi Terik Saudi: Strategi Jitu Jaga Kesehatan Jemaah Haji
Dalam persiapan ibadah haji tahun 2024, otoritas berupaya keras memastikan seluruh jemaah tetap prima dan terhindar dari masalah kesehatan serius, terutama mengingat tantangan fisik yang besar di tengah suhu panas ekstrem Arab Saudi.
Fokus pada Jemaah Berisiko Tinggi: Prioritas Pemantauan Kesehatan
Oleh karena itu, pemerintah melalui Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI secara proaktif memonitor kondisi kesehatan jemaah yang memiliki riwayat penyakit bawaan (komorbid) seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan masalah jantung.
Proses pemantauan kesehatan ini dikelompokkan berdasarkan tingkat risiko, meliputi kategori risiko tinggi, sedang, dan rendah.
Pengelompokkan risiko kesehatan ini tidak hanya berlaku bagi jemaah usia lanjut (lansia), tetapi juga bagi jemaah haji non-lansia yang memiliki kondisi komorbid. Sebanyak 30 jemaah dengan kategori risiko tertinggi dalam setiap kelompok terbang (kloter) mendapatkan perhatian khusus sebagai prioritas.
Monitoring Intensif: Kunci Pencegahan Komplikasi
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes RI, Liliek Marhaendro Susilo, menekankan bahwa 30 jemaah yang termasuk dalam kategori prioritas wajib dipantau kesehatannya secara berkala, setidaknya setiap dua hari sekali. Dalam proses monitoring ini, petugas kesehatan akan rutin memeriksa tekanan darah.
Selain itu, kepatuhan dalam mengonsumsi obat secara teratur sangat ditekankan. Puskes Haji Kemenkes telah memberikan imbauan kepada jemaah untuk membawa persediaan obat rutin pribadi yang mencukupi selama berada di Tanah Suci, bahkan sejak mereka masih di Indonesia.
“Kami menyarankan sejak jauh hari sebelum keberangkatan. Kami sudah menginstruksikan kepada seluruh petugas kesehatan untuk memastikan jemaah yang rutin minum obat tidak lupa membawa obat mereka untuk kebutuhan selama 40 hari di Tanah Suci,” ujar Liliek di Jakarta, seperti yang dilaporkan pada Senin (20/5).
“Untuk kebutuhan selama perjalanan dari kampung halaman, dari embarkasi, penerbangan hingga tiba di bandara, mohon obatnya diletakkan di tas jinjing agar mereka tetap bisa minum obat. Jangan sampai terlewat.”
Konsumsi Obat Teratur: Kendalikan Penyakit Bawaan
Menurut Liliek, kepatuhan dalam mengonsumsi obat diharapkan dapat mengontrol penyakit bawaan secara efektif selama di Tanah Suci. Bagi jemaah dengan diabetes, kadar gula darah diharapkan tetap stabil. Sementara itu, bagi jemaah dengan hipertensi, tekanan darah dapat terkontrol selama berada di Arab Saudi.
“Ini adalah upaya kita dalam mengelola faktor risiko. Faktor risiko memang sudah ada, tetapi jika terkontrol, kondisi akan aman. Salah satu caranya adalah dengan minum obat secara teratur, sehingga obat-obatan rutin untuk mengendalikan penyakit wajib dibawa,” lanjutnya.
Persediaan Obat Darurat: Antisipasi Kondisi Tak Terduga
Dalam situasi darurat, bagi jemaah yang lupa atau tidak membawa obat pribadi, Kemenkes RI telah menyiapkan persediaan obat dan perlengkapan kesehatan lainnya. Rinciannya, sebanyak 2.872 koli obat-obatan dan 1.826 koli perlengkapan kesehatan habis pakai. Totalnya mencapai 4.710 koli atau seberat 62,3 ton yang dibawa dari Indonesia.
Obat-obatan juga tersedia di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) yang berlokasi di Makkah dan Madinah. Proses pengadaan obat untuk layanan kesehatan di KKHI ini dilakukan di Indonesia.
“Obat yang kami sediakan mungkin tidak sepenuhnya cocok untuk semua jemaah. Oleh karena itu, kami sangat menyarankan agar obat yang sudah biasa dikonsumsi dibawa, dan untuk kebutuhan 40 hari di sana bisa dimasukkan ke koper besar agar mudah saat di bandara. Jika jumlahnya sedikit, bisa dibawa di tas jinjing,” jelas Liliek.
“Jika memang dalam kondisi darurat dan lupa membawa obat, kami sediakan di KKHI. Semoga saja cocok. Namun, risiko ketidakcocokan tetap ada. Artinya, obat tetap kami sediakan, tetapi jemaah sendiri yang paling memahami jenis obat yang biasa mereka minum. Meskipun kandungannya sama, perbedaan merek terkadang bisa menimbulkan efek yang tidak diinginkan.”
Pola Makan dan Minum Disiplin: Energi dan Hidrasi Optimal
Kapuskes Liliek juga mengingatkan seluruh jemaah haji untuk menjaga pola makan dan minum yang teratur. Aktivitas ibadah haji di Tanah Suci yang padat berpotensi membuat jemaah lupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Istirahat yang cukup juga menjadi perhatian penting. “Tetap makan dan minum secara teratur. Jangan sampai terlewat. Biasanya, aktivitas yang berlebihan membuat waktu istirahat berkurang. Kami mengimbau agar aktivitas tidak berlebihan dan istirahat yang cukup,” pesan Liliek.
Aktivitas di luar ruangan dalam waktu yang lama perlu diwaspadai, terutama bagi mereka yang tidak membawa bekal makanan dan minuman. Mengabaikan kebutuhan makan dan minum dapat berujung pada masalah kesehatan.
“Jika aktivitas di luar berlangsung lama, makanan biasanya tersedia di hotel, bukan di luar. Ada katering di hotel. Jemaah yang sudah berpengalaman biasanya membawa bekal seperti kurma, terutama jika berencana untuk salat zuhur hingga asar di masjid,” terang Liliek.
“Sementara itu, bagi yang tidak membawa bekal, mereka cenderung menahan lapar. Kebiasaan menahan lapar seperti di Indonesia bisa berlanjut di sana. Lama-kelamaan, mereka bisa lupa makan dan minum. Jika kondisi ini berlanjut selama dua hari, risiko sakit akan meningkat.”
Perlindungan Diri dan Hidrasi Maksimal: Kunci Hadapi Panas
Selama menjalankan ibadah haji, adaptasi terhadap cuaca panas di Arab Saudi menjadi krusial bagi kesehatan jemaah.
Kapuskes Liliek menjelaskan perbedaan signifikan antara suhu di Arab Saudi dan Indonesia. Di Indonesia, suhu terpanas sekitar 36 derajat Celsius, sementara di Arab Saudi bisa mencapai 41 derajat Celsius.
“Suhu terpanas biasanya terjadi antara pukul 3 dan 4 sore. Suhu terdingin sekitar pukul 6 pagi, saat ini sekitar 26 derajat Celsius. Menjelang musim haji, suhu akan semakin meningkat. Tahun lalu, saat Arafah, suhu mencapai 50 derajat Celsius, dengan rata-rata sekitar 47 derajat Celsius,” terangnya.
“Jemaah haji kita sering keluar siang hari untuk membeli oleh-oleh. Inilah yang perlu kita kendalikan bersama. Promosi kesehatan yang kami utamakan adalah membatasi aktivitas jemaah haji di siang hari.”
Jika jemaah terpaksa keluar, Liliek menyarankan untuk menggunakan alat pelindung diri dan tidak melupakan pentingnya minum air putih.
“Mohon gunakan alat pelindung diri seperti payung, topi lebar (bagi ibu-ibu), kacamata hitam, masker, dan membawa semprotan air. Jika terasa kering, semprotkan air agar terhindar dari heatstroke, dan jangan lupa minum air,” ucapnya.
“Targetkan minum 250 mililiter atau satu gelas air setiap jam. Namun, jika minum sekaligus seringkali membuat sering buang air kecil dan sulit mencari toilet. Oleh karena itu, kami mengingatkan untuk minum seteguk air setiap 10 atau 15 menit agar tenggorokan dan kerongkongan tidak kering.”
Jaga Keseimbangan Cairan Tubuh: Jangan Tunggu Haus!
Selain suhu panas, Kapuskes Liliek juga menyoroti rendahnya kelembaban udara di Arab Saudi. Oleh karena itu, jemaah haji diimbau untuk minum air putih sebelum merasa haus. Artinya, hindari menunda minum hingga timbul rasa haus.
“Jika mendengar cerita orang yang pergi haji atau umrah, pakaian yang dicuci dan diletakkan di kamar saja bisa kering. Meskipun tidak terkena matahari, udara kering mampu menguapkan kelembaban. Bayangkan jika tubuh kita tidak terasa haus, tetapi saat buang air kecil, warna urine mulai menguning kecokelatan, itu adalah indikasi kekurangan cairan,” tegasnya.
“Padahal, jemaah mungkin tidak merasa haus. Jadi, jangan minum hanya karena haus, tetapi minumlah secara teratur tanpa menunggu haus. Kami meminta agar dalam kondisi apapun, minumlah seteguk air setiap 15 menit untuk menjaga kelembaban saluran pernapasan dan kerongkongan.”
Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh secara optimal, mengonsumsi air putih yang dicampur oralit dapat menjadi pilihan yang baik, terutama karena batuk dan pilek sering dialami jemaah akibat perubahan suhu dan cuaca.
“Jika keluar siang hari dan kembali ke hotel, minumlah air putih yang dicampur oralit agar cairan tubuh tetap stabil,” kata Liliek.
Kesimpulan: Kunci Utama Kesehatan Jemaah Haji
Dengan demikian, Kepala Pusat Kesehatan Haji Liliek menjelaskan bahwa mengonsumsi obat secara teratur, menjaga pola makan dan minum yang disiplin, serta istirahat yang cukup merupakan langkah-langkah penting untuk mengendalikan seluruh faktor risiko penyakit dan memaksimalkan kondisi fisik jemaah haji selama menjalankan ibadah di Tanah Suci. Kepatuhan terhadap anjuran ini diharapkan dapat meminimalisir risiko sakit berat dan memungkinkan jemaah untuk fokus sepenuhnya pada ibadah.