Sejarah Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang Bikin Hati Tersentuh

Kalau ngomongin manasik haji, bagian yang paling bikin deg-degan sekaligus nguras energi banget adalah pas wukuf di Arafah dan lempar jumrah di Mina. Selain karena padat dan butuh stamina tinggi, momen ini juga nyentuh banget ke hati. Yuk kita kulik sejarah dan makna spiritual dari tiga tempat sakral dalam ibadah haji: Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Arafah: Titik Puncak Kesadaran Diri

Arafah itu semacam padang terbuka luas yang terletak di luar kota Makkah. Tanggal 9 Dzulhijjah, jutaan jamaah haji dari seluruh penjuru dunia kumpul di sini untuk melakukan wukuf—yang jadi puncak ibadah haji. Gak cuma formalitas, momen ini kayak miniatur Hari Mahsyar. Semua orang sama, tanpa status, tanpa gelar.

Bahkan Nabi ﷺ bersabda:

“الحج عرفة”
“Haji itu adalah Arafah.”
(HR. Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud)

Artinya, gak wukuf ya belum sah hajinya.

Salah satu spot terkenal di Arafah adalah Jabal Rahmah, tempat diyakini Nabi Adam dan Hawa ketemu lagi setelah turun ke bumi. Di sini juga ada Masjid Namirah, lokasi khutbah Arafah yang super menyentuh.

Arafah itu kayak ruang refleksi. Di tengah panas terik, kita dituntut untuk jujur dengan diri sendiri. Merenungi hidup, dosa, harapan, dan harapan ampunan dari Allah ﷻ.

فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ
“Apabila kamu telah bertolak dari Arafah, maka berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram.”
(QS. Al-Baqarah: 198)


Muzdalifah: Transit Penuh Makna

Habis dari Arafah, jamaah lanjut ke Muzdalifah setelah matahari tenggelam. Di sinilah jamaah bermalam (mabit) sampai menjelang subuh. Tempat ini berada di antara Arafah dan Mina. Luasnya sekitar 12,25 km², dan jadi titik pengumpulan batu kerikil untuk lempar jumrah nanti.

Bermalam di Muzdalifah hukumnya wajib. Kalau gak dilakukan, harus bayar dam. Rasulullah ﷺ sendiri bermalam di sini hingga fajar, lalu berangkat ke Mina.

فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ
(“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang banyak dan mohonlah ampunan kepada Allah…”)
(QS. Al-Baqarah: 199)

Tapi tenang, untuk lansia atau perempuan, dibolehkan berangkat dari Muzdalifah lebih awal (setelah lewat tengah malam), sesuai yang dilakukan oleh Nabi ﷺ demi memudahkan umatnya.

Mina: Kota Tenda yang Penuh Harapan

Kalau Arafah tempat kontemplasi, Mina itu lokasi penuh aksi. Jaraknya sekitar 7 km dari Makkah. Di sinilah ribuan tenda berdiri setiap musim haji, jadi markas besar para jamaah.

Mina dikenal juga sebagai “Kota Tenda” karena saking banyaknya tenda putih yang tertata rapi. Tapi ada cerita menarik di balik nama Mina. Kata “Mina” berasal dari kata tamanna yang berarti “berharap.” Dikisahkan, ketika Malaikat Jibril hendak meninggalkan Nabi Adam, ia berkata, “Tamanna!”—dan Adam menjawab, “Aku berharap surga.” Maka dinamakanlah tempat itu Mina.

Di Mina, jamaah:

  • Bermalam (mabit) tanggal 11-13 Dzulhijjah.

  • Melempar jumrah: Jumrah Ula, Wusta, dan Aqabah.

  • Menyembelih hewan kurban (bagi yang berhaji Tamattu’ dan Qiran).

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.”
(QS. Al-Kautsar: 2)

Tiga tempat penting di Mina:

  1. Jamarat: tempat lempar jumrah.

  2. Al-Manhar: lokasi penyembelihan hewan.

  3. Masjid Al-Khaif: tempat Nabi ﷺ khutbah saat haji.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Mina itu seperti rahim. Ketika terjadi kehamilan, Allah سبحانه وتعالى meluaskannya.”

Ini jadi pengingat bahwa berapa pun jumlah jamaahnya, Allah سبحانه وتعالى pasti beri tempat.

Makna Mendalam dari Tiga Tempat Ini

Ketiga tempat ini—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—gak cuma titik geografis di peta haji. Mereka adalah ruang spiritual tempat hati diuji, ego dikikis, dan ketulusan dimurnikan. Di sana, bukan sekadar raga yang bergerak, tapi jiwa juga ikut disucikan.

Kesimpulan: Manasik Bukan Cuma Seremonial

Setiap langkah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina punya makna. Bukan cuma mengikuti rukun atau syarat, tapi sebagai upaya mendekatkan diri sepenuhnya pada Allah سبحانه وتعالى. Momen-momen ini jadi semacam laboratorium hati. Siapa yang datang hanya demi status “Naik Haji”, akan pulang lelah. Tapi siapa yang datang dengan niat lurus, akan pulang dengan jiwa yang bersih.

Semoga kita semua bisa merasakan manisnya ibadah haji yang mabrur. Aamiin 🤲

sumber artikel: https://www.ceritaharamain.my.id/sejarah-arafah-muzdalifah-dan-mina-yang-bikin-hati-tersentuh/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top

Dapatkan Penawaran Lengkap Haji Furoda 2025/1446 H

Silahkan isi formulir berikut ini, Kami akan mengirimkan file penawaran lengkap Haji Furoda 2025 melalui email/WA yang Bapak/Ibu Isi.
Contoh: Palembang, Sumsel