Riwayat Asrama Haji Pondok Gede, Didirikan pada Era 1970-an
Asrama Haji Pondok Gede memegang status sebagai asrama haji perintis di Indonesia. Sarana yang diperuntukkan bagi para jemaah haji yang akan berangkat menuju Tanah Suci ini mulai dibangun pada dekade 1970-an.
Pada awalnya, pemberangkatan jemaah haji Indonesia ke Tanah Suci dilaksanakan menggunakan moda transportasi laut. Para jemaah berangkat dari wilayah Indonesia dengan menaiki kapal laut, yang perjalanannya memakan waktu hingga berbulan-bulan.
Di masa lalu, para calon jemaah haji yang bersiap untuk berangkat biasanya dikumpulkan terlebih dahulu di beberapa titik keberangkatan yang telah ditentukan, seperti di Asrama Haji Jakarta/PHI Kwitang, Asrama Haji Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan beberapa lokasi lainnya.
Para jemaah yang akan diberangkatkan kala itu bersiap di fasilitas tanpa adanya sarana karantina khusus. Namun, pada permulaan dekade 1970-an, otoritas pemerintah Arab Saudi menemukan sebuah kasus di mana jemaah asal Sulawesi didiagnosis menderita penyakit Kolera Eltor. Sebagai tindak lanjut dan sesuai dengan ketentuan pemerintah Saudi, diberlakukan kewajiban bagi jemaah haji untuk menjalani proses karantina selama periode 5×24 jam (lima hari) sebelum keberangkatan mereka ke Arab Saudi dan juga setelah mereka tiba kembali di Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada kurun waktu tersebut belum mempunyai bangunan yang cukup memadai untuk difungsikan sebagai lokasi karantina, sehingga terpaksa harus menyewa wisma-wisma dengan pengeluaran biaya yang relatif besar. Kondisi ini berlangsung sebelum tahun 1979, sebagaimana informasi yang dikutip dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Memperhatikan kebutuhan mendesak tersebut, pemerintah Indonesia lantas mengambil keputusan untuk mendirikan asrama haji milik sendiri. Proses konstruksi dimulai pada tahun 1977 dan fasilitas ini diresmikan penggunaannya pada tahun 1979. Asrama Haji Pondok Gede pun menjadi asrama haji pertama yang dimiliki oleh Indonesia, berfungsi utama sebagai tempat karantina sekaligus pusat persiapan bagi jemaah haji sebelum mereka diterbangkan ke Tanah Suci.
Merujuk pada hasil penelitian bertajuk “Sistem Pengelolaan Asrama Haji Embarkasi Pondok Gede Jakarta” oleh Mukhlisoh Amaliyah, Asrama Haji didefinisikan sebagai sebuah tempat yang didirikan oleh Kementerian Agama yang berfungsi sebagai sarana akomodasi bagi para jemaah haji. Dalam konteks ini, fungsinya adalah sebagai tempat penginapan sementara (pengasramaan) bagi jemaah haji di Tanah Air selama periode sebelum keberangkatan dan sesudah kepulangan mereka.
Proses Pembangunan Asrama Haji Pondok Gede
Asrama Haji Pondok Gede merupakan asrama haji perdana yang dibangun di wilayah Indonesia. Pada tahun 1974, dibentuk sebuah tim perencana untuk Asrama Karantina Haji, yang kemudian diikuti dengan dimulainya pembangunan Asrama Haji Pondok Gede pada tahun 1977.
Ide pembangunan ini dicetuskan oleh Direktur Jenderal Urusan Haji saat itu, Prof. K.H. Farid Ma’ruf, yang melihat adanya kebutuhan mendesak akan keberadaan Asrama Karantina Haji di Indonesia.
Selanjutnya, pada tanggal 24 April 1974, dikeluarkan Surat Perintah dengan nomor SP-08/1974 yang menginstruksikan pembentukan Tim Perencanaan Pembangunan Asrama Karantina Haji. Tim ini akhirnya berhasil menemukan lahan yang sesuai, berlokasi di tepi Jalan Raya Pondok Gede, Jakarta Timur.
Pada tahun 1977, di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, diterbitkanlah Surat Keputusan No. 944/A/K/BKD/77 tertanggal 2 Mei 1977. Surat keputusan ini memberikan izin penggunaan tanah yang terletak di pinggir Jalan Raya Pondok Gede untuk keperluan pembangunan Asrama Karantina Haji.
Penentuan lokasi untuk pembangunan Asrama Haji Pondok Gede didasarkan pada beberapa pertimbangan strategis. Salah satu pertimbangan utamanya adalah agar lokasinya berdekatan dengan Bandara Halim Perdanakusuma, yang pada masa itu berfungsi sebagai bandara internasional utama untuk penerbangan dari dan ke Indonesia.
Pada tahun 1978, pembangunan fisik asrama haji mulai dilaksanakan di lokasi Jalan Raya Pondok Gede, Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Kompleks ini didirikan di atas lahan dengan luas total 162.123 meter persegi dan dirancang untuk memiliki kapasitas tampung sebanyak 2.991 orang.
Seiring berjalannya waktu, jumlah jemaah yang berangkat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Perkembangan inilah yang pada akhirnya mendorong pemerintah untuk membangun fasilitas asrama haji serupa di beberapa wilayah lain, seperti di Surabaya, diikuti kemudian di Makassar dan Medan.
Manajemen operasional asrama haji pada awalnya diurus oleh entitas bernama Proyek Asrama Haji. Kemudian, dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Agama No. 2 tahun 1982, status Proyek Asrama Haji diubah menjadi Badan Pengelola Asrama Haji (BPAH). Perubahan struktur kembali terjadi setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 44 tahun 2014, di mana Badan Pengelola Asrama Haji (BPAH) bertransformasi menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Asrama Haji Embarkasi Jakarta, status yang berlaku hingga saat ini.
Asrama Haji Embarkasi Pondok Gede Jakarta (JKG), pada tahun 2009, melayani kebutuhan jemaah haji yang berasal dari tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Lampung, dan Banten. Namun, pada tahun 2010, jemaah haji asal Lampung mulai diberangkatkan melalui embarkasi haji Lampung sendiri, meskipun penerbangan mereka ke Arab Saudi tetap dilakukan melalui terminal haji di Bandara Soekarno Hatta.
Dalam perkembangannya hingga kini, fungsi Asrama Haji Pondok Gede Jakarta tidak lagi terbatas hanya untuk kegiatan operasional penyelenggaraan ibadah haji. Asrama haji ini telah bertransformasi menjadi sebuah sarana akomodasi multifungsi yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Sarana ini kemudian banyak digunakan untuk menunjang berbagai macam kegiatan, termasuk kegiatan pendidikan, keagamaan, sosial, ekonomi, serta aktivitas positif lainnya. Asrama Haji Pondok Gede Jakarta kini dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung, seperti gedung aula pertemuan, sarana untuk pendidikan keagamaan (misalnya area peragaan manasik haji dan masjid), serta area khusus yang disediakan untuk para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).