Haji Furoda merupakan program Haji yang memungkinkan bagi orang yang mendaftar untuk menunaikan ibadah haji tanpa antri.
Namun dalam praktiknya program Haji Furoda ini menimbulkan berbagai macam dinamika yang memiliki potensi kerugian besar, apabila penyelenggara kurang profesional dan gegabah dalam mengambil keputusan, bahkan program Haji Furoda tak luput dari berbagai oknum yang tidak bertanggung jawab yang berpotensi merugikan berbagai macam pihak.
Haji Furoda dalam praktiknya di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang jelas. Pemerintah melalui Kementerian Agama RI telah menerbitkan peraturan khusus terkait pelaksanaan Haji Furoda yaitu dalam UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh.
Haji Furoda dalam bahasa legal disebut dengan Haji Mujamalah, yaitu program Haji di luar kuota resmi Pemerintah RI yang telah diberikan oleh Pemerintah KSA. Haji Mujamalah merupakan program ibadah haji melalui jalur undangan khusus yang diberikan oleh Pemerintah KSA, baik melalui instansi resmi maupun orang perorangan yang memang diberikan undangan tersebut.
Tak bisa kita pungkiri keinginan untuk berhaji merupakan impian dan harapan terbesar setiap muslim. Hal tersebut telah tergambarkan kondisinya dengan antrian haji yang sangat memakan waktu. Haji Reguler di tahun 2025 ini antriannya di bebrapa wilayah telah mencapai lebih dari 30 tahun, dan Haji Khusus atau dikenal dengan ONH Plus di tahun 2025 ini masa tunggunya telah mencapai 8 tahun.
Fatwa Ulama Terkait Hukum Travel Menjual Haji Furoda
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad ke-13, pada hari Senin 4 Agustus 2025 melaksanakan sidang yang membahas “Hukum Menjual Paket Haji Furoda” dengan pemakalah oleh Dr. Muhammad Arifin badri, M.A.
Berikut ini keputusan fatwa yang juga dipublikasikan melalui akun instagram resmi @dewanfatwa
HASIL SIDANG
1. Menjual Paket Haji Furoda dengan Visa Haji Resmi dari Pemerintah Saudi Arabia
Menjual paket haji furoda dengan visa haji resmi dari pemerintah Saudi Arabia adalah boleh, walaupun biaya yang dipungut oleh biro perjalanan haji dan umrah jauh lebih mahal dibandingkan haji regular dan haji khusus, selagi kesepakatan antara biro penyelenggara dan jamaah dicapai secara suka rela dan memenuhi aspek transparasi hak dan kewajiban masing-masing.
2. Dewan Fatwa Menghimbau kepada Biro Penyedia Jasa Haji
Dewan fatwa menghimbau kepada biro penyedia jasa haji untuk memisahkan antara akad pengurusan mendapatkan visa dan jasa layanan perjalanan haji, sehingga antara Biro dengan jamaah terjalin dua akad:
- Akad pertama: yaitu akad ja’alah mendapatkan visa haji furoda.
- Akad kedua: Jasa layanan perjalanan haji.
Sebagai bagian dari implementasi ketentuan ini, maka biaya masing-masing akad harus jelas dan bersifat mengikat. Bila biaya yang harus dibayarkan oleh jamaah bersifat progresif, alias bisa berubah rubah setiap saat, dan layanan yang akan diberikan oleh biro tidak didiskripsikan secara jelas, maka akadnya mengandung unsur gharar dan tentunya haram.
3. Gharar (Ketidak Jelasan) pada Akad Paket Haji Furoda
Gharar (ketidak jelasan) pada akad paket haji furoda bisa dihindari dengan jaminan uang Kembali jika visa furoda tidak keluar, dengan dipotong biaya layanan yang telah didapatkan oleh jamaah seperti manasik, perlengkapan dan yang sejenis.
4. Biro Penyedia Jasa Haji Wajib Menghindari Segala Bentuk Praktek Manipulasi pada Penjualan Paket Haji Furoda
Biro penyedia jasa haji wajib untuk menghindari segala bentuk praktek manipulasi pada penjualan paket haji furoda, diantaranya:
- Penggunaan visa selain visa haji.
- Menjual paket haji furoda tanpa memiliki legalitas resmi sebagai penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).
- Penyelewengan kuota haji regular yang dialihkan ke jamaah haji furoda, sehingga merugikan jamaah antrian haji regular.
Bila satu atau lebih dari ketiga model penipuan di atas dilakukan maka ini menjadikan akad antara biro dengan jamaahnya cacat secara hukum syariah, alias haram, sehingga jamaah sebagai pihak yang dirugikan berhak mendapat penggantian atas kerugian yang menimpa mereka.
5. Apapun Bentuk Visa yang Digunakan oleh Seorang Muslim dalam Menjalankan Ibadah Haji
Apapun bentuk visa yang digunakan oleh seorang muslim dalam menjalankan ibadah haji, maka ibadah hajinya sah dan menggugurkan kewajiban, mengingat jamaah haji tidak berurusan langsung dengan pengurusan visa. Dengan demikian, segala bentuk pelanggaran dan manipulasi untuk mendapatkan visa maka itu tanggungjawab biro sepenuhnya.
Namun demikian, bila ternyata jamaah mengetahui dan merestuinya, maka ia berdosa namun tetap saja ibadah hajinya sah, mengingat berbagai dinamika pengurusan visa haji tidak adalah hal yang terpisah dari rangkaian amaliyah ibadah haji.
6. Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad Melalui Fatwa Ini Mengajak Kaum Muslim
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad melalui fatwa ini mengajak kaum muslim untuk lebih berhati-hati dalam memilih biro perjalanan ibadah haji dan umrahnya, agar selamat dari ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad juga menghimbau semua biro perjalanan ibadah Haji dan Umrah untuk berlaku profesional dan transparan dalam memasarkan paket perjalanan ibadah haji dan umrahnya.

